Gkn
Banda Aceh terdapat permasalahan
terkait revaluasi BMN yaitu pada awal Januari 2017 kpknl mengambil saldo
simak bmn GKN Banda Aceh. Pada semester 2 baru diketahui ternyata ada
pengembalian belanja di akhir januari 2017. Hal ini menyebabkan
perbedaan nilai
koreksi penilaian antara Simak BMN dgn LHIP. Bagaimana treatment terkait
kondisi ini?
Ulasan:
Secara
umum
pengembalian belanja (modal) akan berdampak penyesuaian nilai aset
terkait perolehan maupun pengembangan pada
aset yang bersangkutan. Hal ini dilakukan agar nilai aset mencerminkan
nilai perolehan sebenarnya
(realisasi belanja). Pengembalian belanja dapat terjadi untuk belanja
periode berjalan maupun belanja yang terjadi pada periode lalu.
Pengembalian belanja periode lalu akan mengkoreksi saldo ekuitas dalam
laporan perubahan ekuitas sedangkan untuk pengembalian belanja tahun
berjalan akan mengkoreksi nilai aset di neraca.
Pengembalian belanja atas BMN terjadi di tahun lalu
Pengembalian
belanja tahun lalu biasanya terjadi akibat proses pemeriksaan dari
aparat pemeriksa yang kemudian memberikan rekomendasi agar satker
melakukan penyesuaian penyajian aset dalam laporan keuangan. Penyesuaian
nilai aset dilakukan dengan koreksi
nilai/kuantitas (trn: 204) sesuai dengan jumlah nilai yang dikembalikan.
Jurnal yang terbentuk dari aplikasi simak bmn yaitu:
(D) Koreksi nilai aset tetap non revaluasi
(K) Aset tetap - Gedung dan bangunan
(D) Akumulasi Penyusutan Gedung dan bangunan
(K) Koreksi nilai aset tetap non revaluasi
Sementara itu, di sistem keuangan yang telah menerima aliran belanja masuk mencatatkan sebagai penerimaan sbb:
(D) DDEL
(K) Penerimaan kembali belanja modal TAYL
dan selanjutnya, jurnal yang perlu dibentuk untuk mengurangi ekuitas tahun lalu adalah:
(D) Penerimaan kembali belanja modal TAYL
(K) Koreksi nilai aset tetap non revaluasi
Hal
yang menarik dari adanya pengembalian belanja kali ini adalah koreksi
untuk penyesuaian aset akan berdampak pada nilai BMN yang baru saja
dihasilkan dari revaluasi BMN. Revaluasi bmn yang dilakukan secara
serentak oleh seluruh kementerian/lembaga ditujukan untuk salah satunya
mendapatkan nilai wajar atas suatu aset. Hasil penilaian dari penilai
DJKN dituangkan dalam laporan hasil inventarisasi dan penilaian (LHIP)
yang ditandatangani oleh pihak satker dan KPKNL setempat. Nilai wajar
dalam LHIP dituangkan dalam aplikasi simak bmn melalui transaksi koreksi
revaluasi. Nilai yang dihasilkan di simak bmn sudah mencerminkan nilai
bmn pada saat dilakukan penilaian sebagaimana tertuang dalam BAR IP.
Apabila koreksi atas pengembalian belanja tersebut diinput dengan tanggal buku setelah terbit BAR IP maka
nilai bmn yang pada saat itu sudah dinyatakan wajar akan terkoreksi
kurang senilai pengembalian belanja dan akumulasi penyusutan
transaksional akibat koreksi tersebut. Mengingat hal dimaksud, koreksi
nilai aset untuk mengakomodir pengembalian belanja modal atas
aset yang sudah dinilai wajar tidak perlu lagi dilakukan lagi.
Penyesuaian transaksi pengembalian belanja dapat dilakukan melalui
koreksi lain lain pada aplikasi saiba.
Apabila koreksi pengembalian belanja dilakukan sebelum adanya
transaksi revaluasi, nilai aset memang akan tersaji sesuai dengan nilai wajar
hasil revaluasi, namun koreksi revaluasi (trn 205) akan menjadi lebih
besar karena nilai barang akan dikurangi nilai pengembalian aset
terlebih dahulu. Sementara itu, nilai koreksi pada Simak BMN (trn 205) berbeda
dengan LHIP sebagai dokumen sumber revaluasi. Idealnya satker dan kpknl
bersepakat untuk melakukan koreksi BAR IP sehingga kedua hal ini
(penyajian nilai wajar dan koreksi revaluasi) dapat dijaga. Namun hal ideal tidak selamanya mudah untuk dipraktekan, untuk itu perlu dibuatkan skenario prioritas bahwa penyajian nilai wajarlah yang utama dalam penyajian di laporan keuangan.
Komentar
Posting Komentar