Langsung ke konten utama

Kartesius BMN: suatu metode penelusuran nilai aset pada SIMAK BMN


Laporan Barang Milik Negara (BMN) menyajikan data dan informasi BMN yang dikuasai oleh suatu entitas sampai dengan periode tertentu. Penyajian data dan informasi dimaksud didasarkan pada kaidah dan ketentuan penatausahaan BMN maupun ketentuan dalam akuntansi pemerintahan terkait dengan aset. Penyimpangan terhadap ketentuan yang ada dapat berdampak pada keandalan penyajian laporan. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi keandalan penyajian laporan baik dari sisi brainware, software, hardware maupun sistem informasi yang digunakan sampai pada kepatuhan pada ketentuan yang berlaku, namun pada tulisan ini akan menghighlight mengenai penyajian nilai aset pada sistem informasi yang digunakan dan dampaknya dalam pelaporan BMN.

Sistem informasi existing

Sistem informasi yang digunakan dalam pelaporan BMN adalah Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara atau yang lebih dikenal dengan SIMAK BMN. Bersama dengan aplikasi persediaan, SIMAK BMN digunakan dalam penyusunan laporan BMN dan sebagian informasinya akan digunakan untuk penyusunan laporan keuangan.


Penyajian BMN berdasarkan nilai

Penting untuk mengetahui kriteria penyajian BMN berdasarkan nilai mengingat dalam ketentuan penatausahaan BMN dikenal adanya batasan nilai kapitalisasi BMN. Batasan dimaksud menentukan penyajian BMN dalam laporan BMN maupun laporan keuangan. BMN berupa aset tetap yang nilainya material akan disajikan dalam neraca atau sering dikenal dengan BMN Intrakomtabel sedangkan BMN yang nilainya tidak material tidak perlu disajikan dalam neraca (BMN Ekstrakomptabel). Batasan nilai minimal kapitalisasi untuk Peralatan dan Mesin adalah Rp300.000,- dan untuk Gedung dan Bangunan sebesar Rp10.000.000,-. Kriteria kebih lengkap terkait batasan kapitalisasi BMN dapat dilihat pada ketentuan yang saat ini masih berlaku yaitu PMK 120/PMK.06/2007.
Selain itu, batasan nilai kapitalisasi BMN akan menentukan rencana penggunaan mata anggaran belanja seperti BMN dengan nilai di atas kapitalisasi akan dianggarkan dalam mata anggaran belanja modal dan sebaliknya untuk BMN dengan nilai di bawah batas kapitalisasi BMN akan dianggarkan dalam mata anggaran belanja barang.


Penyajian BMN berdasarkan penggunaan operasional
Suatu BMN merupakan bagian dari aset yang dapat diukur dan dapat diakui serta diharapkan memberikan manfaat dimasa depan. BMN dapat diklasifikasikan kedalam aset lancar berupa persediaan, aset tetap, dan aset lainnya. BMN dikategorikan aset tetap apabila memenihi kriteria sebagaimana disebutkan dalam standar akuntansi pemerintahan yaitu (a) Berwujud; (b) Mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan; (c) Biaya perolehan aset dapat diukur secara andal; (d) Tidak dimaksudkan untuk dijual dalam operasi normal entitas; dan (e) Diperoleh atau dibangun dengan maksud untuk digunakan.
Apabila BMN berupa aset tetap yang tidak digunakan untuk keperluan operasional pemerintah tidak memenuhi definisi aset tetap dan harus disajikan di pos aset lainnya sesuai dengan nilai tercatatnya sebagai aset tetap yang tidak digunakan dalam operasional pemerintahan.

Realita Penyajian BMN
Sesuai dengan kaidah penyajian sebelumnya, penyajian BMN pada sistem informasi existing akan terbagi menjadi empat kategori yaitu:
1. BMN Intrakomptabel;
2. BMN Ekstrakomptabel (tidak disajikan di neraca);
3. BMN Aktif (untuk menyebut BMN berupa aset tetap yang masih aktif digunakan);
4. BMN Tidak Aktif (untuk menyebut BMN berupa aset tetap yang dihentikan dari operasional).

Dalam kondisi normal, BMN akan disajikan sesuai dengan kriteria dalam kategori tertentu seperti pembelian sepeda motor senilai Rp15.000.000,- pada semester 2 tahun 2016 akan disajikan pada neraca sebagai aset tetap karena nilainya melebihi batasan kapitalisasi untuk peralatan dan mesin (BMN intrakomptabel) dan merupakan aset tetap yang masih aktif digunakan kategori BMN Aktif . 

Perpindahan antar kategori dapat terjadi ketika ada perubahan pada BMN yaitu:
1. perubahan nilai yang melintasi batas kapitalisasi (intra ke ekstra, ekstra ke intra);
2. penghentian atau penggunaan aset dari operasional pemerintah (aktif ke tidak aktif, tidak aktif ke aktif).


.... bersambung ......















Apabila pada semester 1 2017, motor yang dibeli sebelumnya mengalami kecelakaan ketika tanpa sengaja terlindas truk besar yang sedang mundur sehingga kondisinya cukup memprihatinkan karena secara fisik sudah rusak berat dan tidak dapat digunakan lagi. mengingat sepeda motor dimaksud dirasa sudah tidak memiliki manfaat lagi di masa mendatang sehingga diputuskan untuk dihentikan dari operasional pada akhir semester 1 2017. Atas kejadian dimaksud, penyajian sepeda motor berpindah dari BMN aktif menjadi BMN Tidak Aktif. Penyajian atas sepeda motor yang sudah dihentikan masih disajikan di neraca pada akun Aset Lainnya sebagai BMN yang dihentikan BMN dari operasional pemerintah.



Penghentian berkali-kali tanpa ada transaksi penggunaan kembali


     overstated intra
     understated intra
     overstated ekstra
     understated ekstra
     overstated akti

Penelusuran penyajian nilai BMN
   history bmn
   bidang kartesius
   kartesius bmn penuangan history bmn dalam bidang kartesius

Normalisasi BMN
  upaya reduksi nilai tidak wajar dan salah saji pelaporan bmn

Harapan



baik lebih saji maupun kurang saji.  

Secara umum, BMN yang nilainya cukup materiil akan disajikan di neraca yang nantinya akan menjadi nilai Aset pada Laporan Keuangan suatu entitas akuntansi. Beberapa ketentuan seperti kapitalisasi BMN dan juga penghentian penggunaan BMN dari operasional pemerintahan akan dijadikan pegangan dalam penentuan kesesuaian penyajian data BMN dalam laporan BMN. Selanjutnya akan diuraikan salah satu cara analisis data BMN dengan menggunakan bidang koordinat kartesius. Melalui metode ini, diharapkan akan diketahui apakah laporan BMN suatu entitas disajikan secara wajar ataukah laporan BMN disajikan lebih dari nilai sebenarnya (oversated) begitu pula sebaliknya (understated) suatu data BMN dalam suatu laporan BMN.


metode kartesius BMN untuk menguraikan data BMN dalam suatu

Mengingat kesesuaian penyajian data BMN akan sangat menentukan keandalan suatu laporan, maka melalui tulisan ini akan diuraikan salah satu cara untuk mengetahui suatu data BMN disajikan sesuai dengan kaidah-kaidah penatausahaan BMN.  


Kita semua pastinya pernah mendengar diagram kartesius, namun apa hubungannnya apabila dipertemukan dengan Barang Milik Negara (BMN)? Tulisan berikut ini akan menguraikan analisis BMN dengan mengadopsi sistem diagram kartesius.
Ketika mendengar kata kartesius kita langsung teringat dengan pelajaran matematika sewaktu duduk di bangku sekolah. Ya.. kartesius merupakan sistem koordinat dalam ilmu matematika yang diciptakan oleh René Descartes, seorang matematikawan Perancis dalam karyanya Discours de la méthode (1637). Dalam tulisan ini, kita akan mengadopsi konsep pembagian bidang dalam sistem kartesius untuk mempermudah dalam memahami sistem pencatatan aset pemerintah dalam hal ini penggunaan sistem informasi manajemen dan akuntansi barang milik negara. Penggunaan metode ini juga dapat mendeteksi salah saji yang mungkin terjadi karena runtutan transaksi yang tidak sejalan dengan kaidah normal. Kemungkinan salah saji dalam pencatatan BMN dapat dideteksi dini dengan melihat adanya data BMN yang diindikasikan tidak wajar. Dalam suatu data sampel berikut dapat diketahui bahwa nilai BMN berupa xxx disajikan minus 1000 di ekstrakomtabel setelah dilakukan runtutan melalui metode kartesius BMN maka diketahui bahwa seharusnya BMN tersebut disajikan didalam neraca dengan nilai BMN Rpxxx. Hal ini menunjukan bahwa penyajian pelaporan BMN pada neraca entitas tersebut kurang saji sebesar rpxxx dan lebih saji sebesar Rpxxx. Semakin banyak terdeteksi nilai tidak wajar (salah satu diantaranya nilai minus) maka semakin besar potensi salah saji dalam pelaporan BMN suatu entitas. Dalam kesempatan ini akan dilakukan cara melakukan analisis terhadap suatu nilai BMN melalui runtutan transaksi yang terjadi dengan menggunakan sistem kartesius BMN.
Ketika mendengar kata kartesius kita langsung teringat dengan pelajaran matematika sewaktu duduk di bangku sekolah. Ya.. kartesius merupakan sistem koordinat dalam ilmu matematika yang diciptakan oleh René Descartes, seorang matematikawan Perancis dalam karyanya Discours de la méthode (1637). Dalam tulisan ini, kita akan mengadopsi konsep pembagian bidang dalam sistem kartesius untuk mempermudah memahami sistem pencatatan aset pemerintah yang menggunakan sistem informasi manajemen dan akuntansi barang milik negara. Sebagaimana diketahui, dalam pencatatan BMN terdapat cluster dalam penyajian BMN yang disajikan dalam neraca maupun diluar neraca sesuai dengan ketentuan kapitalisasi. Hal pertama yang perlu dilakukan adalah melakukan pemisalan untuk kategori BMN yang disajikan baik BMN yang disajikan dalam neraca atau yang biasa dikenal sebagai BMN Intrakomptabel dan untuk BMN yang disajikan diluar neraca biasa kita kenal BMN ekstrakomptabel dan BMN yang digunakan secara aktif dengan BMN yang sudah dilakukan penghentian penggunaan.
BMN disajikan di neraca sesuai dengan kriteria tertentu. Salah satu kriteria penyajian BMN dalam neraca adalah kapitalisasi. Kapitalisasi merupakan pembatasan nilai suatu BMN untuk dapat disajikan sebagai aset di neraca. Untuk peralatan dan mesin nilai batasan kapitalisasi adalah sampai dengan tiga ratus ribu sedangkan untuk gedung dan bangunan mencapai sepuluh juta rupiah. BMN dengan nilai dibawah kapitalisasi tidak cukup materiil untuk disajikan dalam neraca dan cukup disajikan dalam laporan BMN ekstrakomptabel.
Penyajian BMN dalam neraca terbagi kedalam Aset Lancar, Aset Tetap dan Aset Lainnya.

Step 1 – Gambar bidang kartesius
Gambar bidang kartesius berupa garis lurus horizontal (sumbu X) dan vertikal (sumbu Y)
Step 2 – Penempatan kategori BMN dalam bidang kartesius
BMN intrakomptabel ditempatkan pada bidang yang terletak di sebelah kanan sumbu Y
BMN ekstrakomptabel ditempatkan pada bidang yang terletak di sebelah kiri sumbu Y
BMN aktif ditempatkan pada bidang yang terletak di atas sumbu X
BMN tidak aktif/dihentikan ditempatkan pada bidang yang terletak di bawah sumbu X
Step 3 – Mengambil data runtuan transaksi BMN
Step 4 -  Menempatkan posisi BMN sesuai dengan runtutan transasksi BMN
Contoh
Entitas xyz mempuyai …..
Step 1

Gambaran dimaksud merupakan fenomena yang terjadi dalam system pencatatan yang terjadi di pemerintah kita, namun pihak terkait juga tidak tinggal diam mengingat apabila jumlah nilai BMN yang tidak wajar semakin banyak maka dapat mengancap status WTP dari suatu entitas.  Pemerintah melalui PMK nomor  1/MK.6/2013 tentang penyusutan Aset teta[p Pemerintah xxx mengatur bahwasanya terdapat kategori nilai BMN disajikan tidak wajar yaitu :
1.    Assa
2.    Njagsg

Dalam PMK dimaksud diatur bahwasanya untuk setiap nilai BMN yang diindikasikan tidak wajar maka akan dilakukan normalisasi BMN dengan menyaringnya kedalam data karantina untuk dilakukan verifikasi lebih lanjut. Proses normalisasi data BMN ini dilakukan melalui aplikasi dan dampak dari data yang dikarantina ini adalah keluarnya data BMN dari nilai laporan baik intra maupun ekstra. Hal mana menjadi cukup urgen ketika proses verifikasi tidak dilakkukan sehingga BMN yang sebelumnya tercatat dalam laporan maka akan dilakukan eliminasi …. PE ER besar untuk melakukan verifikasi atas data BMN yang ternormalisasi ….

Sehingga data BMN dapat disaikan secata wajar dan untuk pengembangan system yang lebih baik lagi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengembalian Belanja sebagai transaksi antara pada revaluasi BMN

Gkn Banda Aceh terdapat permasalahan terkait revaluasi BMN yaitu pada awal Januari 2017 kpknl mengambil saldo simak bmn GKN Banda Aceh. Pada semester 2 baru diketahui ternyata ada pengembalian belanja di akhir januari 2017. Hal ini menyebabkan perbedaan nilai koreksi penilaian antara Simak BMN dgn LHIP. Bagaimana treatment terkait kondisi ini? Ulasan: Secara umum pengembalian belanja (modal) akan berdampak penyesuaian nilai aset terkait perolehan maupun pengembangan pada aset yang bersangkutan. Hal ini dilakukan agar nilai aset mencerminkan nilai perolehan sebenarnya (realisasi belanja). Pengembalian belanja dapat terjadi untuk belanja periode berjalan maupun belanja yang terjadi pada periode lalu. Pengembalian belanja periode lalu akan mengkoreksi saldo ekuitas dalam laporan perubahan ekuitas sedangkan untuk pengembalian belanja tahun berjalan akan mengkoreksi nilai aset di neraca. Pengembalian belanja atas BMN terjadi di tahun lalu Pengembalian belanja ta...

Hibah barang belum diregister, perlukah dicatat?

"Dalam suatu sesi, salah satu satker mempertanyakan ketentuan penatausahaan mengenai hibah.  Diceritakan bahwa satkernya mendapat hibah barang dari pemda pada tahun 2015. Atas transaksi dimaksud, dia mencatatnya sebagai hibah pada tahun 2016 sesuai dengan dokumennya berupa berita acara serah terima yang telah ditandatangani oleh kedua belah pihak. Namun ketika satker dimaksud melakukan rekonsiliasi dengan pengelola barang, satker diminta untuk melengkapi dokumen pengesahan hibahnya dan sebelum dilakukan pengesahan maka barang dimaksud belum dicatatkan dalam daftar barangnya." Bagaimanakah pencatatan atas hibah barang yang diperoleh oleh satker tersebut, kapankah satker harus melakukan pencatatan serta apa yang harus dilakukan oleh satker ketika menerima hibah berupa barang?    Sebelum mengulas hal dimaksud perlu kiranya kita mengetahui apa itu definisi hibah, siapa yang terkait dengan pengelolaan hibah, bentuk dan jenis hibah, dokumen hibah, dan proses penataus...

kantor baru

Sehari selepas genap usia empat dua, arah perjalanan karierku tiba-tiba berbelok. Kali ini, aku mampir di salah satu kementerian yang bergelut di bidang perumahan. Sebelumnya, aku berada dalam kondisi yang bisa dibilang "nyaman" di kantor lama—dua puluh tahun sudah kulalui di sana. Namun, tuntutan untuk naik grade ternyata bukan sekadar wacana. Di tengah berbagai peluang yang belum juga membuahkan hasil, datanglah satu momen yang menjadi titik temu antara penantian dan penawaran. “Bud, mau nggak ke kementerian baru?” tanya salah satu atasan. “Ehhmmm... boleh,” jawabku singkat. Dan dari situlah prosesi penugasan ke kantor baru dimulai. Tepat pada tanggal 21 Februari 2025, di aula utama Kementerian PUPR, kami berdiri di hadapan menteri pilihan Presiden Prabowo untuk menjalani prosesi pelantikan. Aku, Kun, dan Saifur—kami bertiga berada dalam satu tim penugasan. Namun, sebelum prosesi ini benar-benar terlaksana, kedatangan kami—aku dan Kun—masih diselimuti banyak tanya, “YAKIN?...