![]() |
Sensus Barang Milik Negara (BMN) merupakan kegiatan untuk melakukan pendataan, pencatatan, dan pelaporan hasil pendataan BMN terkecuali untuk BMN berupa Persediaan dan Konstruksi Dalam Pembangunan (KDP). Sensus itu sendiri merupakan amanat dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.06/2016 tentang Penatausahaan dimana paling tidak suatu kementerian/lembaga harus melakukan sensus sekali dalam lima tahun. Tercatat sudah tiga kali Kementerian Keuangan melakukan upaya sensus BMN. Pertama pada saat pelaksanaan inventarisasi dan penilaian (IP) sekitar tahun 2007-2008, 2012 dan terakhir pada tahun 2018 dan 2019. Pelaksanaan sensus sendiri dikoordinasikan oleh unit Pengguna Barang yang dalam hal ini Biro Manajemen BMN dan Pengadaan. Lalu apa sih urgensi dari dilakukannya sensus BMN?
Urgensi sensus BMN
Pemangku kepentingan perlu mendapatkan informasi aset (BMN) yang valid
dari laporan aset yang telah dikirimkan. Dengan dilaksanakannya sensus BMN
diharapkan dapat meng-capture kondisi dan eksistensi BMN
yang sama persis dengan yang riil terjadi di lapangan. Hal yang sering
ditemukan diantaranya suatu aset diketahui dan diyakini ada secara fisik namun
ternyata tidak tercatat dalam laporan barang begitu pula sebaliknya. Dari sisi
akurasi informasi, seringpula dijumpai barang yang secara fisik sudah lapuk,
tidak layak digunakan namun di laporan masih tercatat dalam kondisi
"Baik". Hal ini yang menjadikan data BMN pada laporan barang menjadi
tidak valid dikarenakan adanya perbedaan informasi antara catatan dan kondisi
di lapangan (information gap).
Sensus BMN bisa menjadi pintu masuk untuk menutup information
gap tersebut dengan catatan hasil sensus tidak boleh hanya berhenti
pada sebuah aspek pelaporan. Ketika pintu sudah terbuka, saatnya untuk masuk,
melihat kondisinya dan melakukan tindakan perbaikan dalam pengelolaan BMN.
Barang yang belum tercatat harus segera dicatatkan ke dalam pembukuan untuk
menghindari adanya understated, kondisi barang juga harus
segera diupdate dan barang yang tidak ada secara fisik
(kecuali aset tak berwujud) perlu segera dikeluarkan dari pencatatan. Hal
terakhir ini tentu saja tidak semudah itu dilakukan. Kekhawatiran akan adanya
tuntutan ganti rugi sudah terbayang di depan mata. Aturan sebenarnya sudah ada,
namun terkadang keyakinan untuk mengeksekusi perlu dituangkan secara tertulis.
Untuk itulah, hadir Surat Edaran Menteri Keuangan Nomor 1/MK.1/SJ.7/2020 (SE 1)
tentang Pelaksanaan Tindak Lanjut Hasil Sensus BMN Kementerian Keuangan.
Tindak lanjut sensus
Mengingat gap informasi harus ditutup, SE 1 didesain
untuk memberikan kemudahan dalam proses tindak lanjutnya. Kemudahan tersebut
diantaranya dilakukan dengan memotong jalur pengajuan usulan Penghapusan dari
Kuasa Pengguna Barang (KPB) kepada Pengguna Barang (PB) melalui pelimpahan
kewenangan (KMK No. 32/KMK.01/2020). Meskipun
kemudahan diberikan dalam SE ini, akuntabilitas tetap dijaga diantaranya
melalui dokumentasi pernyataan maupun keterangan dari KPB untuk memastikan
keabsahan hasil sensus. Penelitian ulang perlu dilakukan sebagai suatu bentuk
kehati-hatian (prudent). Apabila diperlukan, KPB dapat membentuk Tim
Penelusuran untuk memastikan keberadaan barang secara fisik dan memberikan
pendapatnya mengenai keberadaan barang dimaksud yang dituangkan dalam laporan
hasil penelusuran.
Setelah KPB mempunyai keyakinan dengan hasil penelusuran, proses usulan
penghapusan BMN dapat segera disampaikan kepada Pengguna Barang untuk
mendapatkan persetujuan Penghapusan. Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP)
dapat dilibatkan dalam hal Pengguna Barang masih belum yakin untuk memberikan
persetujuan. Selain upaya memastikan eksistensi aset tersebut, SE 1 juga
memberikan panduan untuk menindaklanjuti gap informasi terkait
dengan kondisi barang dengan melakukan updating pada laporan barang.
Satker dapat langsung melakukan updating pada aplikasi SIMAN maupun SAKTI
dengan menyajikan BMN dengan kondisi Baik dan Rusak Ringan sebagai aset aktif,
sedangkan untuk BMN dengan kondisi Rusak Berat akan disajikan sebagai aset
lainnya.
Pada akhirnya, pelaksanaan sensus diharapkan memberikan dampak positif
bagi penyajian laporan aset maupun keuangan. Gap informasi
antara catatan dengan kondisi di lapangan merupakan hal yang haram dan harus
diminimalisir. Untuk itu, seluruh entitas di lingkungan Kementerian
Keuangan dimulai dari KPB, PB maupun Pejabat yang menerima pelimpahan
kewenangan PB harus bersinergi untuk mensukseskan tindak lanjut atas hasil
sensus. boed (deenotz, Ed.)
Komentar
Posting Komentar